Sabtu, 23 Januari 2010

aku bertemu penyair palsu di sebuah pasar

akhirnya kita sepakat bertemu di sebuah pasar
tempat jual beli barang katamu
tempat tawar menawar menurutku
"ayo perlihatkan puisimu"
ia ragu mengeluarkan keranjang puisinya bermacammacam gaya telah ia kumpulkan dari jaman pantun sampai khairil dari jaman soneta sampai jokpin dibungkus rapi
"kamu mau yang mana?" tanya penyair itu
sebenarnya aku hanya ingin puisi yang sederhana semacam pertanyaan ini
apakah hujan ada ditempatmu
apakah kau baikbaik saja
apakah rindu itu masih kau rawat
apakah laci di mejamu masih tertutup rapat
apakah air masih menggenang di sana

tapi pasar terlalu bising untukku
bising dari tawarmenawar katakata
bising dari memboroskan puisi
dan kau kerasan duduk seperti pedagang yang tangguh

sampai di sebuah sepi kupakai formula dari penyair itu untuk membuat puisi
dijamin bisa nembus harian nasional katanya
tapi puisi itu tak bisa berjalan
tertatih tersenggalsenggal
dan ambruk sebelum waktunya berdiri

akhirnya kita sepakat lagi bertemu di sebuah pasar
yang becek dengan katakata
yang bising dengan dengungan puisipuisi
yang penuh kalimatkalimat tak sedap

kujumpai penyair itu sedang sibuk dirubung pelanggan
"ayo sapa lagi murahmurah bualnya" menawarkan katakata

"formulanya kok gak manjur?" bisikku padanya ketika sudah rada sepi
"puisiku gak nembus gawang redaksi tuh?"
ia menjawab tapi suaranya tertelan gaduh pasar
ia bersuara tapi katakatanya tergelincir diantara tawarmenawar
ia berkatakata tapi hanya gaung yang kutangkap
aku menelan ludah dengan berat
tak ada yang dapat dirisaukan lagi
sayup terdengar suara penyair itu
"sudah pulanglah baca puisiku di koran minggu ya"

Tidak ada komentar: