Kamis, 28 Januari 2010

membangkitkan kata yang terlanjur muram

kekasihku katakata yang terburuburu
lihatlah aku mulai menua dari sudut pandang pesakitan renta
pemamah katakata yang tak pernah jemu untuk mengajakmu berdansa
mengajakmu menarikan laju kereta dengan penumpang saling berpegangan dan juga tanya “siapa dia yang selalu mengajakmu menikmati rasa diburuburu ?”
aku menjadi tersangka dan bodoh di pinggir jalanan
meneriakkan kotakota yang ingin kau singgahi
merasakan detak jantungnya di pusat muram katakata
kini engkaulah merak dari hutan baluran
kini engkaulah penari kraton jawa
kini engkaulah semesta yang terdiam
maka menarilah kasihku menarilah anggun elok dan tak terburuburu
dalam susunan katakata yang tak cemas akan masa depannya
menarilah semampu kau bisa sejauh kau ingin
dalam tumpukan melodrama ini

Senin, 25 Januari 2010

suatu sore dengan katakata yang menjauh

aku menginginkan puisi datang pelanpelan seperti gerimis di kotamu
aku membayangkan ia yang akan membuatmu basah
kau akan menggigil semalaman mengutuk puisi yang terus merubungmu dalam sisasisa rasa sentimentil
kau enggan berbagi, katakata murung pergi tak sempat kau rekam
kau memagutku pelan dalam debardebar yang melemah
lalu aku kau juga sore menatap katakata yang menjauh dalam semburatsemburat sinar matahari di batas mata memandang
kita samasama tersuruk sesal dan saling mengutuk
detik itu, puisi cinta secara resmi telah ditutup

Sabtu, 23 Januari 2010

aku bertemu penyair palsu di sebuah pasar

akhirnya kita sepakat bertemu di sebuah pasar
tempat jual beli barang katamu
tempat tawar menawar menurutku
"ayo perlihatkan puisimu"
ia ragu mengeluarkan keranjang puisinya bermacammacam gaya telah ia kumpulkan dari jaman pantun sampai khairil dari jaman soneta sampai jokpin dibungkus rapi
"kamu mau yang mana?" tanya penyair itu
sebenarnya aku hanya ingin puisi yang sederhana semacam pertanyaan ini
apakah hujan ada ditempatmu
apakah kau baikbaik saja
apakah rindu itu masih kau rawat
apakah laci di mejamu masih tertutup rapat
apakah air masih menggenang di sana

tapi pasar terlalu bising untukku
bising dari tawarmenawar katakata
bising dari memboroskan puisi
dan kau kerasan duduk seperti pedagang yang tangguh

sampai di sebuah sepi kupakai formula dari penyair itu untuk membuat puisi
dijamin bisa nembus harian nasional katanya
tapi puisi itu tak bisa berjalan
tertatih tersenggalsenggal
dan ambruk sebelum waktunya berdiri

akhirnya kita sepakat lagi bertemu di sebuah pasar
yang becek dengan katakata
yang bising dengan dengungan puisipuisi
yang penuh kalimatkalimat tak sedap

kujumpai penyair itu sedang sibuk dirubung pelanggan
"ayo sapa lagi murahmurah bualnya" menawarkan katakata

"formulanya kok gak manjur?" bisikku padanya ketika sudah rada sepi
"puisiku gak nembus gawang redaksi tuh?"
ia menjawab tapi suaranya tertelan gaduh pasar
ia bersuara tapi katakatanya tergelincir diantara tawarmenawar
ia berkatakata tapi hanya gaung yang kutangkap
aku menelan ludah dengan berat
tak ada yang dapat dirisaukan lagi
sayup terdengar suara penyair itu
"sudah pulanglah baca puisiku di koran minggu ya"