Selasa, 28 Desember 2010

aku lelah dan tahun demi tahun akan terus berakhir

Selasa, 16 Februari 2010

“ Aku boneka engkau boneka
penghibur dalang mengatur tembang”


aku membencimu seperti membenci diriku
seseorang yang hilang dalam pikiranpikiran instan
sayaplah yang membuat burung terbang
dan katakata mu ingin mengepakkepak bertengger dari puisi ke puisi
mampir dan mengetuk dirimu yang sedang sepi
ayolah sesekali kita mengahancurkan diri dan tertawa abadi di dalam hurufhuruf yang melawanmu seharihari
“meski terlanjur revolusi?” tanyamu “mengapa lamban dan perlahan” bantahku
ini hanya sekumpulan kata yang bocor dan ingin diperhatikan
tatap baikbaik penyair itu yang berjumpalitan yang mencoba tidak tenggelam
“berikan nafas buatan, berikan nafas buatan, untukku”
sosok pemintaminta tak kenal akan diri sendiri seseorang yang ingin jenius tapi tak sampaisampai dan tampak tolol dipinggiran jaman dan terus meminta keabadian
ini hanyalah pasar
ini hanyalah iklan
ini hanyalah soal citra diri yang diperjualbelikan lewat katakata
lalu kau sebut dengan tergesa ini puisi yang membenci dirinya sendiri

Selasa, 09 Februari 2010

untuk kita para pembaca puisi

aku membeli dirimu di toko buku harum aroma kertas membuatku ngantuk
kita kencan bersama seharian dalam melodrama novel percintaan
aku merasa pedih lalu kemudian diam
aku terbangun dan tergagap dikerumunan katakata yang menguap katakata yang mengantuk katakata yang berangkat tidur
segerombolan katakata yang lain telah berangkat
ada yang sedih dan merasa terkutuk ada yang riang melompatlompat ada yang meringkuk dan bungkuk
mereka terlihat lelah berdansa katakata membongkarpasang mencocokcocokkan nada dan irama “aku remuk “ desisnya menggerutu pada sang sutradara
tapi penyair itu tak pernah datang pada janjijanji
lalu kita menguburkannya dengan layak dan diamdiam
sampai waktu menjadi kumal dalam diri kita pembacapembaca puisi yang tak setia
dan kau lihat seseorang yang pergi sedikit terluka

Kamis, 28 Januari 2010

membangkitkan kata yang terlanjur muram

kekasihku katakata yang terburuburu
lihatlah aku mulai menua dari sudut pandang pesakitan renta
pemamah katakata yang tak pernah jemu untuk mengajakmu berdansa
mengajakmu menarikan laju kereta dengan penumpang saling berpegangan dan juga tanya “siapa dia yang selalu mengajakmu menikmati rasa diburuburu ?”
aku menjadi tersangka dan bodoh di pinggir jalanan
meneriakkan kotakota yang ingin kau singgahi
merasakan detak jantungnya di pusat muram katakata
kini engkaulah merak dari hutan baluran
kini engkaulah penari kraton jawa
kini engkaulah semesta yang terdiam
maka menarilah kasihku menarilah anggun elok dan tak terburuburu
dalam susunan katakata yang tak cemas akan masa depannya
menarilah semampu kau bisa sejauh kau ingin
dalam tumpukan melodrama ini

Senin, 25 Januari 2010

suatu sore dengan katakata yang menjauh

aku menginginkan puisi datang pelanpelan seperti gerimis di kotamu
aku membayangkan ia yang akan membuatmu basah
kau akan menggigil semalaman mengutuk puisi yang terus merubungmu dalam sisasisa rasa sentimentil
kau enggan berbagi, katakata murung pergi tak sempat kau rekam
kau memagutku pelan dalam debardebar yang melemah
lalu aku kau juga sore menatap katakata yang menjauh dalam semburatsemburat sinar matahari di batas mata memandang
kita samasama tersuruk sesal dan saling mengutuk
detik itu, puisi cinta secara resmi telah ditutup

Sabtu, 23 Januari 2010

aku bertemu penyair palsu di sebuah pasar

akhirnya kita sepakat bertemu di sebuah pasar
tempat jual beli barang katamu
tempat tawar menawar menurutku
"ayo perlihatkan puisimu"
ia ragu mengeluarkan keranjang puisinya bermacammacam gaya telah ia kumpulkan dari jaman pantun sampai khairil dari jaman soneta sampai jokpin dibungkus rapi
"kamu mau yang mana?" tanya penyair itu
sebenarnya aku hanya ingin puisi yang sederhana semacam pertanyaan ini
apakah hujan ada ditempatmu
apakah kau baikbaik saja
apakah rindu itu masih kau rawat
apakah laci di mejamu masih tertutup rapat
apakah air masih menggenang di sana

tapi pasar terlalu bising untukku
bising dari tawarmenawar katakata
bising dari memboroskan puisi
dan kau kerasan duduk seperti pedagang yang tangguh

sampai di sebuah sepi kupakai formula dari penyair itu untuk membuat puisi
dijamin bisa nembus harian nasional katanya
tapi puisi itu tak bisa berjalan
tertatih tersenggalsenggal
dan ambruk sebelum waktunya berdiri

akhirnya kita sepakat lagi bertemu di sebuah pasar
yang becek dengan katakata
yang bising dengan dengungan puisipuisi
yang penuh kalimatkalimat tak sedap

kujumpai penyair itu sedang sibuk dirubung pelanggan
"ayo sapa lagi murahmurah bualnya" menawarkan katakata

"formulanya kok gak manjur?" bisikku padanya ketika sudah rada sepi
"puisiku gak nembus gawang redaksi tuh?"
ia menjawab tapi suaranya tertelan gaduh pasar
ia bersuara tapi katakatanya tergelincir diantara tawarmenawar
ia berkatakata tapi hanya gaung yang kutangkap
aku menelan ludah dengan berat
tak ada yang dapat dirisaukan lagi
sayup terdengar suara penyair itu
"sudah pulanglah baca puisiku di koran minggu ya"